BAREFOOT: OPTIMALISASI FOOD WASTE TREATMENT SEBAGAI RAW MATERIAL PRODUKSI HIDROGEN DALAM ENERGI TERBARUKAN UNTUK MENDUKUNG GREEN ENERGY AND CIRCULAR ECONOMY
Main Article Content
Abstract
Pertumbuhan industri yang pesat membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pangan, namun juga menyebabkan peningkatan jumlah limbah makanan. Menurut data FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), sekitar sepertiga dari makanan yang diproduksi setiap tahun terbuang. Limbah makanan seperti nasi dan kulit pisang menjadi masalah besar. Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2023 menunjukkan bahwa produksi pisang mencapai 9.335.232 unit, dengan limbah kulit pisang mencapai 40% atau 3.734.092 kulit per tahun. Selain itu, nasi sisa menyumbang 276.000 ton limbah per tahun. Dalam mengatasi masalah ini dan memenuhi kebutuhan energi bersih, kami menginovasikan BAREFOOT yakni teknologi yang memanfaatkan limbah nasi dan kulit pisang dari restoran, hotel, cafe, dan catering menjadi produk hidrogen. Teknologi ini memanfaatkan limbah nasi dan kulit pisang untuk menghasilkan hidrogen melalui sistem fermentasi gelap (dark fermentation) dan sel elektrolisis mikroba (microbial electrolysis cell). Proses hidrolisis limbah ini menghasilkan glukosa sebesar 9,35%, yang cocok untuk fermentasi gelap. Sel elektrolisis mikroba kemudian meningkatkan produksi hidrogen dengan mengonversi asam organik volatil dari fermentasi gelap. BAREFOOT mampu menghasilkan 8378013 liter hidrogen per tahun dari 766.395 kg limbah nasi dan kulit pisang, menjadikan limbah makanan sebagai raw material sumber energi hidrogen berkelanjutan dan mendukung pencapaian energi bersih. Hasil komersialisasi hidrogen dengan harga Rp66.400,00 per liternya, BAREFOOT mencapai payback pada 1,6 tahun. Pada sepuluh tahun pertama, nilai NPV sebesar Rp3.223.424.185,68, dan IRR sebesar 59% yang menunjukkan nilai positif mengindikasikan bahwa BAREFOOT dengan produk berupa hidrogen merupakan bisnis yang layak untuk diimplementasikan dalam jangka panjang.